Tentang Kangen

Posted on Agustus 28, 2009

1


“Topik kuliah kita pagi ini adalah soal kangen”, kata sang dosen memulai kuliah.

Beberapa mata mahasiswanya langsung berputar. “Duh, apa lagi sih maunya dosen GJ ini?” keluh mereka dalam hati.

Tapi toh mereka mendengarkan.

“Pernahkah kalian mengenal seseorang yang sama sekali tidak istimewa, tidak sangat cakep, tidak juga sangat pintar, apalagi sangat kaya, tapi kehadirannya membuat kalian merasa nyaman?”

Hening. Semua sibuk membayangkan . . .

“Orang ini bahkan mungkin juga tidak bicara banyak, tidak lincah dan heboh seperti Tora Sudiro. Tapi tetap saja, ketika bersama dia, kamu merasa ada yang mak nyesss di hati.”

“Saya punya, Pak, teman seperti itu,” tiba-tiba seorang mahasiswa menukas.

“Nah, tuh kan??!! Nah, coba, apa yang membuat dia menjadi ibaratnya seteguk air di padang gurun?”

“Karena dia membuat kita merasa menjadi diri kita sendiri, Pak” timpal yang lain, yang tiba-tiba mak cethar langsung nyambung dengan topik itu.

“Kita bisa tampil apa adanya, tanpa harus berpretensi menjadi (pura-pura) pintar, ramah, knowledgeable tentang topik-topik terkini, dan lain-lain topeng sosial.”

“Iya, satu hal lagi: dia membuat kita menjadi merasa lebih yakin dan pe-de terhadap kita sendiri.”

“Biasanya tipe pendengar yang baik, Pak” celetuk mahasiswa lain lagi yang ikut nimbrung ke forum yang mulai hangat itu.

Suasana mendadak hening. Bahkan sang dosen pun tiba-tiba merenung, melamun, membayangkan apakah orang seperti itu pernah atau bahkan sedang hadir dalam kehidupannya. Para mahasiswanya pun juga terhanyut dalam khayalan tentang pacar seperti itu, atau bahkan sudah bisa menghadirkan figur seseorang yang mereka kenal di benak mereka. . . .

“Dan ketika tiba saatnya untuk berpisah, “ sang dosen melanjutkan. “Entah kenapa, kita merasa berat. Dan ketika akhirnya berpisah, walau untuk sementara, kita tak malu lagi menyangkal bahwa kita . . . “
“KANGEEEEN!” serempak para mahasiswa menjawab, masih dengan mata menerawang . . .

*Ditulis setelah menerima pesan singkat dari seorang mahasiswa: “. . . sedikit banyak, Anda itu ngangeni, Pak.”
** Ditulis sebagai pelampisan rasa karena tidak bisa menjawab sms tersebut (untuk alasan sosial), karena sebenarnya saya juga (pernah) mengangeni dia.

Posted in: Uncategorized